Kamis, 24 Juli 2008

DKP Tangkap Lagi 9 Kapal Asing Tanpa Dokumen Di Zona Ekonomi Eksklusif

Kapal Pengawas Departemen Kelautan dan Perikanan menangkap lagi dua kapal Vietnam dan tujuh kapal Thailand tanpa dokumen di perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), perairaan Laut China Selatan. Dengan tertangkapnya ketujuh kapal asing yang melakukan pencurian ikan (illegal fishing) ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp.21,5 milyar. Kini kesembilan kapal asing ini di ad-hock di Sabang Mawang, Ranai, Riau Kepulauan untuk segera disidik, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selama ini Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (Ditjen P2SDKP) menengarai beberapa modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku illegal fishing. Pertama, tanpa dokumen izin. Kedua, mereka memiliki izin, tetapi melanggar ketentuan seperti : alat tangkap, fishing ground, dan port of call. Ketiga, melakukan pemalsuan dokumen. Keempat, dengan cara memanipulasi persyaratan (DC,Bill of sale). Kelima, melakukan transhipment di tengah laut dan tidak pernah melapor ke pelabuhan perikanan setempat. Keenam, melakukan double flagging.

Ditjen P2SDKP juga menandai beberapa perairan yang selama ini dijadikan tempat melakukan illegal fishing. Antara lain di Zona Ekonomi Ekslusif, Laut Teritorial, Laut Natuna, Laut Arafura dan Utara Sulawesi Utara. Di Laut Natuna, umumnya dilakukan oleh kapal-kapal Taiwan, Vietnam, Thailand dan Malaysia. Di Utara Sulawesi Utara oleh kapal-kapal Philipina dan di Laut Arafura oleh kapal Thailand, RRC dan Taiwan. Berdasar analisis, mereka melakukan illegal fishing karena ternyata industri pengolahan negara yang bersangkutan harus dapat bertahan. Fishing ground atau wilayah tangkapan mereka juga sudah makin habis. Pada sisi lain ada juga faktor terbukanya laut Indonesia, pengawasan yang lemah serta terjadinya disparitas harga ikan.

Berdasar estimasi perhitungan FAO, negara dirugikan sekitar Rp.30 trilyun per tahun. Kerugian lainnya antara lain terjadinya over fishing dan overcapacity, rusaknya kelestarian sumberdaya ikan, berakibat menurunnya stok ikan serta melemahnya daya saing perusahaan Indonesia. Pada sisi lain, nelayan Indonesia juga semakin termarjinalkan. Tangkapan per unit usaha nelayan dan perusahaan nasional juga menurun. Bahkan usaha perikanan Indonesia menjadi sangat tidak kondusif.

Besarnya dampak negatif kegiatan illegal fishing bagi perekonomian Indonesia, khususnya terhadap sektor perikanan, Ditjen P2SDKP telah menetapkan empat strategi. Pertama, preemptive. Ini merupakan kegiatan pencegahan offensif, sebelum terjadinya pelanggaran di wilayah kelautan perikanan. Kedua, responsif. Sebuah reaksi cepat dalam penanganan pelanggaran dan tindak pidana. Ketiga, persuasif. Merupakan pembinaan terhadap pelaku untuk meningkatkan kesadaran tidak melanggar hukum. Keempat, koordinasi. Ini merupakan kegiatan yang bersifat koordinatif dengan instansi terkait, seperti : Bakorkamla, TNI-AL, Polri serta aparat penegak hukum terkait lainnya.

Hingga pertengahan Juli 2008, sejak dilakukannya operasi sapu bersih yang dilaksanakan sejak awal Desember 2007, kini DKP berhasil menangkap 167 kapal yang melakukan illegal fishing. Ini berarti sudah hampir mendekati jumlah tangkapan kapal pada tahun 2007 yang mencapai 184 kapal. Dengan hasil tangkapan kapal illegal fishing melalui operasi sapu bersih hingga Juli 2008 yang mencapai 167 kapal, maka potensi kerugian negara yang terselamatkan mencapai angka Rp. 398,829 milyar. (mh) (Dirjen P2SDKP Dr. Ir. Aji Sularso, MMA). www.dkp.go.id

Tidak ada komentar: