Senin, 05 Mei 2014

Over Fishing Memiskinkan Nelayan

 
Overfishing (penangkap ikan berlebihan) merupakan salah satu penyebab kemiskinan nelayan. Oleh sebab itu saatnya dilakukan pengaturan pembatasan penangkapan ikan agar ada waktu bagi biota laut untuk pulih.
Hal itu diungkapkan Pigoselpi Anas dalam ujian terbuka doktor di Institut Pertanian Bogor (IPB) Jumat (30/12) petang. Istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Prof Dr Rokhmin Dahuri MSc ini berhasil menjawab pertanyaan yang diajukan para penguji: Dr Ir Dedy H Sutisna MS, Dirjen Perikanan Tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan dan Prof Dr Mulyono Baskoro Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB pada ujian terbuka di Kampus IPB Bogor.
Sedang bertindak sebagai Komisi Pembimbing adalah Dr Ir Luky Adrianto sebagai ketua, Prof Dr Ir Ismudi Muchsin dan Dr Arif Satria SP MSi sebagai anggota. Pada ujian itu perempuan kelahiran Payakumbuh, Sumatera Barat 20 Februari 1960 ini, berhasil mempertahankan disertasi berjudul ‘Studi Keterkaitan Antara Sumberdaya Ikan dan Kemiskinan Nelayan sebagai Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat’.
”Seperti hasil penelitian saya, di Kabupaten Cirebon Jawa Barat, kemiskinan disebabkan faktor alamiah. Kondisi sumber daya ikan sudah overfishing dan juga alat tangkap dari 13 alat tangkap yang digunakan para nelayan Cirebon ada delapan alat tangkap yang sudah berlebih,” tandas Epi, begitu ia akrab disapa.
Karena itu, ibu empat anak ini berpandangan agar Pemerintah Daerah Cirebon mengeluarkan pengaturan penangkapkan ikan yang sudah overfishing. Selain itu ada dua alternatif yang diusulkan Epi. Bisa ditambah armadanya, bisa juga ditambah tripnya. ”Maksud saya waktu penangkapan ikannya dapat diperlama,” ujarnya.
Dalam penelitiannya sejak Oktober 2010 hingga Maret 2011 terhadap kehidupan nelayan di Kabupaten Cirebon Jawa Barat, Epi melihat bagaimana kateristik para nelayan di wilayah tersebut. ”Dalam penelitian tersebut saya juga menemukan kebanyakan nelayan di Cirebon bersedia untuk melaut lebih dari satu hari. Artinya, kalau pemerintah serius mengatasi kemiskinan ini, tentunya bisa memberikan bantuan kepada nelayan di Cirebon berupa alat tangkap yang lebih canggih, yang bisa operasi lebih dari 12 mil laut lepas,” paparnya.
Hanya saja, imbuh Epi, pemberian alat tangkap yang canggih ini tidak hanya diberikan begitu saja tapi juga harus ada pembekalan sumber daya manusianya dengan pelatihan, sehingga ilmu mereka bertambah. ”Jangan sampai, pemerintah hanya memberikan alat tangkap canggih kemudian membiarkan nelayan berjalan sendiri tanpa bimbingan ilmu dan teknologi,” tandasnya mengingatkan.
Epi optimis, pemberian alat tangkap yang canggih ini bisa menjadi salah satu langkah untuk mengatasi masalah kemiskinan di lingkungan nelayan. Dia berpandangan faktor lainnya yang menyebabkan kemiskinan cukup banyak. Hanya saja usulannya tersebut bisa menjadi salah satu langkah dalam mengatasi masalah kemiskinan di lingkungan nelayan di Kabupaten Cirebon.
Menjawab kenapa terjadi overfisihing, menurut dia,  karena alat tangkapnya sangat banyak. ”Kita tahu, laut itu merupakan open akses, punya semua orang. Semua orang bisa menangkap ikan. Saya pikir harus ada ketegasan dari Pemerintah Daerah untuk membatasi penangkapan ikan di suatu daerah. Seperti yang kita lihat di negara-negara maju, musim tangkap ikan diatur dengan begitu baiknya, sehingga tidak terjadi overfishing. Kapan kita boleh menangkap ikan dan kapan kita tidak boleh menangkap ikan? Pembatasan ini saya pikir harus tegas diatur Pemerintah Daerah. Dengan begini memberi waktu kepada biota yang di laut untuk pulih,” tandasnya.
Sedang mengenai alasan pemilihan tema, menurut Epi, kemiskinan nelayan menjadi isu yang tidak pernah berhenti dari dulu hingga sekarang. ”Saya tertarik, apa sih sesungguhnya yang menjadi faktor penyebab timbulnya kemiskinan di lingkungan nelayan? Apalagi kita tahu, negara maritim tapi nelayan kita miskin. Potensi sumber daya alam sangat tinggi, tapi nelayan yang menggali potensi sumber daya alamnya tetap miskin.”
Ketua DPR RI Marzuki Alie yang mengikuti jalannya ujian terbuka sejak awal hingga akhir mengatakan, supaya memberikan manfaat, siapa saja yang terkait dengan kemiskinan nelayan, diundang menghadiri ujian terbuka doktor seperti ini. ”Saya sampaikan usulan supaya yang terkait dengan masalah kemiskinan nelayan diundang untuk menghadiri ujian doktor terbuka seperti kali ini. Kenapa? Bisa saja dari hasil penelitian ini bisa menjadi kebijakan dari apakah pemerintah pusat atau pemerintah daerah atau legislasi dalam menyelesaikan udang-undang. Karena banyak sekali penelitian yang membutuhkan waktu lama dan biaya cukup besar, selesai penelitian hanya masuk almari,” tegasnya.
Sementara itu, salah seorang dosen pembimbing Dr Arif Satria SP, MSi menilai, penelitian yang dilakukan Pigoselpi Anas sangat menarik. ”Ini menarik karena di penelitian ini menggabungkan antara bagaimana sebenarnya kemiskinan dilihat dari kondisi sumber daya alamnya. dan itu yang belum ada. Selama ini penelitian yang ada adalah masih penelitian persepsi. Kalau tadi kelihatan ternyata memang ikan yang sudah overfishing bisa berpengaruh terhadap kondisi nelayan,” jelasnya usai ujian terbuka.
Ia setuju perlunya yang terkait dengan nelayan diundang menghadiri ujian terbuka. ”Saya setuju. Apalagi ini ujian terbuka, promosi. Nah, dalam ujian promosi ini mestinya steakholder dari kelautan datang sehingga bisa menentukan kebijakan yang akan diambil. Kalau kita tahu ternyata faktor alam bisa memengaruhi terhadap kemiskinan nelayan, salah satu solusinya alamnya harus dijaga,” tandasnya.
Sayangnya, sambung Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB ini,  selama ini yang diurus hanya uang. ”Kasih kredit, kasih bantuan kapal dan lain sebagainya. Padahal, ikannya sudah semakin terkuras. Sumber daya alam tidak pernah kita jaga.  Menurut saya ini hasil penelitian yang sangat bagus,” papar Arif.
Menurut Arif, seharusnya ada pembatasan dari pemerintah daerah sehingga tak terjadi overfishing. ”Pengaturannya selama ini masih rendah. Tugas pemerintah adalah mengatur berapa jumlah kapal yang boleh beroperasi, idealnya berapa? Kalau begitu tidak ada ijin baru? Tidak ada kapal baru. Solusi kedua adalah mendorong nelayan untuk bisa melaut hingga di atas 12 mil dengan kapal yang lebih canggih. Itu yang paling bagus,” tandas Arif.(ris)

Tidak ada komentar: