Jumat, 19 September 2008

Hutan Bakau Lindung Dikonversi

Menhut Belum Ganti Status Hutan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sedang  membahas rancangan usulan konversi 7.000 hektar hutan lindung mangrove di  Kabupaten Kubu Raya agar tetap bisa dimanfaatkan untuk tambak. Jumlah itu  meliputi luasan kurang dari 20 persen areal hutan lindung di kabupaten  itu.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar  Budi Haryanto, Rabu (10/9) di Pontianak. Pihak Dinas Kehutanan, Perkebunan, dan Pertambangan Kubu Raya pekan  lalu menyatakan, ada konversi sekitar 300 ha hutan lindung mangrove di  Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, untuk tambak udang tanpa ada proses  pelepasan dari Menteri Kehutanan. Budidaya udang itu dilegalkan dengan  izin yang dikeluarkan Dinas Perikanan Kabupaten Pontianak selaku  kabupaten induk.
Persoalan konversi hutan lindung untuk tambak yang telah berlangsung 10  tahun lalu itu sudah disampaikan ke Pemerintah Provinsi Kalbar.  Menanggapi hal itu, Asisten II Pemprov Kalbar Munir HD menyatakan, pemprov  sudah mengeluarkan larangan pemberian izin untuk tambak baru di hutan  lindung mangrove.
Hari Rabu, Gubernur Kalbar Cornelis menerima rombongan Direktur  Jenderal Kementerian Pangan, Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Korea Selatan  Young Hyo-ha di Pontianak. Dalam pertemuan itu, Korsel menyampaikan  minat untuk berinvestasi di bidang budidaya perikanan di Kalbar.
 ”Korsel menyiapkan investasi senilai 10 miliar dollar AS (Rp 90  triliun) untuk budidaya perikanan di Indonesia. Mereka juga akan  mengembangkan di Nusa Tenggara Timur,” kata Budi seusai mendampingi Cornelis.
Di Kalbar, mereka akan mengembangkan tambak udang dan industri  pengolahan hasil perikanan yang berorientasi ekspor. Budi menjamin, hal itu  tidak akan mengganggu hutan lindung mangrove. ”Banyak kawasan pesisir
 yang bisa dimanfaatkan untuk tambak, misalnya di Mempawah,” katanya.
Menhut belum lepas
Menteri Kehutanan MS Kaban belum melepas status hutan lindung pada  lahan yang hendak dibangun sebagai pusat pemerintahan dan ibu kota  Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Hal itu dikatakan Bupati Bintan  Ansar Ahmad, Rabu.
Menurut dia, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2004 tentang  Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Riau dari Wilayah Kota Tanjung  Pinang ke Bandar Seri Bentan, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan,  maka ditetapkan ibu kota Kabupaten Bintan adalah Bandar Seri Bentan.
Pemkab Bintan telah meminta Menhut untuk melepas status hutan lindung  seluas 7.300 ha yang akan digunakan untuk pembangunan pusat pemerintahan  dan ibu kota Kabupaten Bintan. Pembangunan itu akan melibatkan pihak  swasta, antara lain konsorsium dari Singapura.
Namun, dari jumlah itu, tim terpadu Dephut hanya merekomendasikan  pelepasan status hutan lindung seluas 6.813 ha.  Asisten I Bidang Hukum dan Pemkab Bintan Yudha Inangsa menuturkan,  proses pelepasan hutan lindung masih panjang. Ada beberapa tahapan yang  harus dilalui. Pertama, pengukuran batas lahan hutan lindung yang akan  dilepas. Kedua, penetapan lahan untuk hutan lindung pengganti.
Pemkab Bintan telah mengalokasikan anggaran Rp 600 juta untuk  pengukuran tata batas lahan yang berstatus hutan lindung yang akan dilepas.  Selain itu, Pemkab Bintan akan menetapkan sejumlah kawasan hutan mangrove  sebagai hutan lindung pengganti.
”Diharapkan, akhir 2009, proses pelepasan hutan lindung bisa selesai,” kata Yudha. (FER/WHY) Pontianak, Kompas

Tidak ada komentar: